BEA
KELUAR untuk MENEKAN EKSPOR
Kebijakan
bea keluar 20 persen terhadap ekspor bahan mentah tidak dimaksudkan untuk
menambah keuangan negara. Langkah tersebut semata memberi disinsentif agar
diketahui bahwa ada kecenderungan kebijakan pemerintah Indonesia untuk menutup
ekspor bahan mentah. “Sebaliknya, kami member insentif terhadap proses
pengolahan atau smelter yang
dilakukan di Indonesia, ”kata Menteri Perindustrian Mohammad S Hidayat, ditemui
di sela kunjungan kerja di Tokyo, Jepang, seperti dilaporkan wartawan Kompas
Cyprianus Anto Saptowalyono dari Tokyo, Rabu (10/10). Hidayat mengatakan, hanya pihak pemerintah dan swasta
Jepang yang menyampaikan keberatan terhadap peraturan terkait dengan
pertambangan di Indonesia. “sedangkan investor dari China, Rusia, dan Korea
setelah berdialog dengan kami (para menteri) menyatakan akan turut berpartisipasi
meskipun juga menyampaikan kendala teknisnya, ”ujar Hidayat. Kendala teknis
dimaksud antara lain smelter bersifat padat modal (capital intensive) dan membutuhkan
pembangkit listrik yang besar. Mereka mengajak mendiskusikan juga tempo yang
tersisa.
Sebelumnya
dalam pertemuan dengan pihak Jepang di Tokyo, Hatta menjelaskan secara
kronologis bahwa selama 50 tahun terakhir Indonesia mengekspor, terutama ke Jepang,
seperti nikel dan bijih besi. Penjelasan ini karena ada gugatan dari pihak
Jepang berkaitan dengan pajak ekspor produk mineral dan batubara. Dan selama 50
tahun ini, industri Jepang dihidupkan dengan adanya ekspor itu, yang lalu di
ekspor lagi ke Indonesia dalam bentuk baja dan sebagainya. “Itulah yang
kemudian kami memberanikan diri mengakhiri itu secara bertahap, “kata Hidayat.
Melalui undang-undang (UU) tentang mineral dan batubara, ekspor bahan mentah
akandilarang pada tahun 2014. UU tersebut sebenarnya disahkan pada tahun 2009
sehingga secara teori bisa setelah lima tahun.
Tetapi dalam periode lima tahun
persiapannya agak lambat sehingga yang terjadi adalah kenaikan ekspor
besar-besaran bahan baku sejak tahun 2009, yakni 500-800 persen, “kata Hidayat.
Namun sebaliknya, pemerintah juga akan memberikan insentif apabila ada smelter yang dibangun. “Dan, kalau
mereka juga membangun pembangkit listriknya, saya mengusulkan kepada Menteri
Keuangan agar mereka diberi insentif pajak, “kata Hidayat.
Langkah yang dilakukan pemerintah mengenai kebijakan bea keluar
ekspor bahan mentah sangat tepat karena dalam kebijakan ini bukan semata-mata
untuk menambah keuangan negara melainkan untuk kemandirian Indonesia sendiri,
selama 50 tahun selalu mengekspor bahan mentah tersebut kemudian dikirim
kembali dalam bentuk bahan setengah jadi ataupun bahan jadi. Hal itu terkesan
menyedihkan sekali bagi bangsa ini. Saat ini sudah banyak tenaga ahli yang
seharusnya bisa mengolah bahan mentah tersebut sehingga tidak perlu ekspor
bahan mentah melainkan ekspor bahan jadi. Untuk merealisasikannnya pemerintah
harus memfasilitasi proses pengolahan tersebut, jangan hanya sekedar membuat
kebijakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar