Sabtu, 27 Oktober 2012

BEA KELUAR untuk MENEKAN EKSPOR


BEA KELUAR untuk MENEKAN EKSPOR

Kebijakan bea keluar 20 persen terhadap ekspor bahan mentah tidak dimaksudkan untuk menambah keuangan negara. Langkah tersebut semata memberi disinsentif agar diketahui bahwa ada kecenderungan kebijakan pemerintah Indonesia untuk menutup ekspor bahan mentah. “Sebaliknya, kami member insentif terhadap proses pengolahan atau smelter yang dilakukan di Indonesia, ”kata Menteri Perindustrian Mohammad S Hidayat, ditemui di sela kunjungan kerja di Tokyo, Jepang, seperti dilaporkan wartawan Kompas Cyprianus Anto Saptowalyono dari Tokyo, Rabu (10/10). Hidayat mengatakan, hanya pihak pemerintah dan swasta Jepang yang menyampaikan keberatan terhadap peraturan terkait dengan pertambangan di Indonesia. “sedangkan investor dari China, Rusia, dan Korea setelah berdialog dengan kami (para menteri) menyatakan akan turut berpartisipasi meskipun juga menyampaikan kendala teknisnya, ”ujar Hidayat. Kendala teknis dimaksud antara lain smelter bersifat padat modal (capital intensive) dan membutuhkan pembangkit listrik yang besar. Mereka mengajak mendiskusikan juga tempo yang tersisa.
Sebelumnya dalam pertemuan dengan pihak Jepang di Tokyo, Hatta menjelaskan secara kronologis bahwa selama 50 tahun terakhir Indonesia mengekspor, terutama ke Jepang, seperti nikel dan bijih besi. Penjelasan ini karena ada gugatan dari pihak Jepang berkaitan dengan pajak ekspor produk mineral dan batubara. Dan selama 50 tahun ini, industri Jepang dihidupkan dengan adanya ekspor itu, yang lalu di ekspor lagi ke Indonesia dalam bentuk baja dan sebagainya. “Itulah yang kemudian kami memberanikan diri mengakhiri itu secara bertahap, “kata Hidayat. Melalui undang-undang (UU) tentang mineral dan batubara, ekspor bahan mentah akandilarang pada tahun 2014. UU tersebut sebenarnya disahkan pada tahun 2009 sehingga secara teori bisa setelah lima tahun.
Tetapi dalam periode lima tahun persiapannya agak lambat sehingga yang terjadi adalah kenaikan ekspor besar-besaran bahan baku sejak tahun 2009, yakni 500-800 persen, “kata Hidayat. Namun sebaliknya, pemerintah juga akan memberikan insentif apabila ada smelter yang dibangun. “Dan, kalau mereka juga membangun pembangkit listriknya, saya mengusulkan kepada Menteri Keuangan agar mereka diberi insentif pajak, “kata Hidayat.
Langkah yang dilakukan pemerintah mengenai kebijakan bea keluar ekspor bahan mentah sangat tepat karena dalam kebijakan ini bukan semata-mata untuk menambah keuangan negara melainkan untuk kemandirian Indonesia sendiri, selama 50 tahun selalu mengekspor bahan mentah tersebut kemudian dikirim kembali dalam bentuk bahan setengah jadi ataupun bahan jadi. Hal itu terkesan menyedihkan sekali bagi bangsa ini. Saat ini sudah banyak tenaga ahli yang seharusnya bisa mengolah bahan mentah tersebut sehingga tidak perlu ekspor bahan mentah melainkan ekspor bahan jadi. Untuk merealisasikannnya pemerintah harus memfasilitasi proses pengolahan tersebut, jangan hanya sekedar membuat kebijakan.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar