Minggu, 25 November 2012

NFRASTRUKTUR TAK SIAP, BIAYA LOGISTIK MELAMBUNG


INFRASTRUKTUR TAK SIAP, BIAYA LOGISTIK MELAMBUNG

Ketidakmampuan komoditas dari Indonesia untuk bersaing harga dengan komoditas impor salah satunya disebabkan oleh infrastruktur kelautan mulai kapal hingga pelabuhan. Dibutuhkan perhatian dan keberpihakan pemerintah agar Indonesia bisa berjaya di sektor maritime. Hal itu dikemukakan Muslim Muin, dosen Teknik Kelautan Institut Teknologi Bandung, Jumat (9/11). Pernyataan itu menjadi alasan digelarnya Ocean Summit 2012 ITB pada 12-13 November yang membahas perkembangan infrastruktur dan teknologi kelautan. “Biaya logistik mahal karena transportasi laut belum menjadi primadona. Pelabuhannya juga tidak siap,” kata Muslim. Dia menyebut kondisi pelabuhan di Indonesia jauh dari efisien, mulai manajemen tidak satu atap, lokasi yang tidak tepat, hingga rekayasa teknik kelautan tidak diterapkan sehingga pengoperasiannya makin tidak efektif.

Analisis :
Sebagai negara kepulauan seharusnya pelabuhan dan kapal-kapal lebih diperhatikan karena bisa memperlancar pendistribusian. Semua infrastruktur di Indonesia tidak ada yang siap. Utang semakin bertambah tetapi infrastruktur masih belum layak. Pemerintah hanya menghabiskan anggaran untuk hal yang tidak perlu. Sekalinya ada perbaikan infrastruktur tidak bertahan lama kondisinya.

Sumber : Kompas, 10 November 2012. Halaman 18.  

KEWAJIBAN MENGELOLA SAMPAH MEMBERATKAN


KEWAJIBAN MENGELOLA SAMPAH MEMBERATKAN

Kewajiban produsen untuk menarik kembali sampah produknya dari rumah tangga dinilai memberatkan. Produsen meminta pemerintah mengkaji ulang ketentuan tersebut. Beraneka kendala membuat produsen kesulitan memenuhi ketentuan tersebut. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Frangky Sibarani, di Jakarta, Jumat (9/11), mengatakan, ada tiga faktor yang membuat produsen merasa keberatan dengan ketentuan tersebut. Pertama, kendala geografis negara kepulauan dengan dukungan infrastruktur logistik yang tidak memadai membuat proses penarikan sampah kemasan tidak mudah. “Bayangkan, sampah itu tersebar di ribuan pulau, yang beberapa diantaranya masih sulit dijangkau,” katanya. Kedua, kendala peralatan dan teknologi seperti tempat sampah serta tempat pembuangan akhir sampah yang memadai. “Ini perlu dukungan pemerintah. Pengusaha tidak bisa jalan sendirian. Jadi, jangan semuanya dibebankan ke kami,” ujarnya. Kendala ketiga, Frangky melanjutkan, faktor budaya masyarakat yang belum siap. Masyarakat belum memiliki kesadaran untuk membuang sampah di tempatnya. “Ini enggak mudah, lho, menggugah kesadaran mereka. Percuma saja kita sediakan tempat sampah kalau budaya itu belum melekat,” paparnya. Peraturan telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah. Berdasarkan ketentuan tersebut, produsen penghasil produk berkemasan diwajibkan menarik lagi kemasan bekas dari konsumen. Produsen tak hanya mengumpulkan, tetapi juga mendaur ulang semua kemasan bekas. Menurut Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya, jika perusahaan enggan menarik kemasan bekas, pilihannya adalah mengganti kemasan dengan bahan mudah terurai. Faktanya, kemasan bahan mudah terurai belum jadi pilihan produsen makanan dan minuman karena tak tahan lama. Untuk mempermudah produsen, pemerintah telah mengembangkan bank sampah. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup, jumlah bank ini terus naik. Jika awalnya dikembangkan di 22 kabupaten, kini menjadi 41 kabupaten.

Analisis :
Produsen dan pemerintah harus saling kerja sama jangan ada yang merasa diberatkan. Untuk produsen apa salahnya membuat kemasan bahan yang mudah terurai jika tak mau mengumpulkan kemasan lalu didaur ulang. Untuk pemerintah berlakukan peraturan dengan tegas. Kultur untuk membuang sampah pada tempatnya harus segera diterapkan demi kebaikan bersama. Dengan lingkungan yang semakin bersih dapat menambah pendapatan negara karena dikunjungi wisatawan.

Sumber : Kompas, 10 November 2012. Halaman 19.      

RUPIAH PALING TERTEKAN di ASIA


RUPIAH PALING TERTEKAN di ASIA

Di tengah tekanan eksternal, nilai tukar rupiah masih menjadi yang paling tertekan di antara mata uang-mata uang lain di kawasan Asia sepanjang tahun ini. Hingga akhir pekan lalu, rupiah sudah tertekan hingga 5,75 persen atas dollar Amerika Serikat. Menurut data Bloomberg, hingga akhir pekan lalu posisi rupiah itu masih lebih dalam pelemahannya atas dollar AS dibandingkan yen Jepang (melemah 3,25 persen) dan rupee India (melemah 3,09 persen). Sementara mata uang lain di Asia cenderung positif atas dollar AS. Dollar Singapura, misalnya tercatat menguat sekitar 5,90 persen atas dollar AS hingga akhir pekan lalu. Demikian juga dengan won Korea Selatan menguat 5,94 persen. Posisi paling tinggi atas dollar AS di Asia dicatat peso Filipina yang menguat 6,75 persen. Merujuk pada data Bank Indonesia, rupiah berdasarkan kurs tengah Bi hingga Rabu (14/11) sudah melemah 513 poin atau sekitar 5,62 persen dibandingkan dengan posisi awal tahun 2012. Pada pekan ini, rupiah nyaris tak bergerak. Di akhir perdagangan Rabu lalu yang menjadi perdagangan terakhir pekan ini, kurs tengah BI menyatakan posisi rupiah di Rp 9.638 per dollar AS. Menurut ekonom Samuel Sekuritas Indonesia, Lana Soelistianingsih, pelemahan nilai tukar rupiah ini memberi efek positif terhadap penguatan ekspor dan pelemahan impor. Dalam dua bulan terakhir rupiah telah melemah 1,61 persen, sedangkan nilai neraca perdagangan (neto ekspor-impor) tercatat surplus sebesar 233,1 juta dollar AS pada Agustus dan 552,9 juta dollar AS pada September. Ekonom Mandiri Sekuritas, Aldian Taloputra, menyatakan, tekanan pada rupiah akan berkurang perlahan sejalan dengan membaiknya neraca perdagangan itu. Ia menilai pelemahan rupiah dilakukan untuk membantu defisit perdagangan supaya tidak bertambah lebar. “Oleh karena itu berharap pelemahannya tidak akan banyak lagi.” kata Aldian.

Analisis :
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebenarnya memiliki efek positif terhadap neraca berjalan Indonesia. Kalau rupiah melemah, ekspor kita cenderung terdorong dan impor kita melambat. Seperti diketahui, neraca berjalan melemah lantaran tidak adanya keseimbangan antara impor dan ekspor. Impor tumbuh tinggi, namun ekspor melambat.  Keadaan ini tak membuat inflasi melemah. Semua barang-barang dunia saat ini sedang menurun dan ini tidak mempengaruhi inflasi kita saat ini. Adanya  imported inflation dari kedelai, jagung, dan gandum, namun sifatnya seasonal dan porsinya tak besar terhadap inflasi di dalam negeri.


Sumber : Kompas, 17 November 2012. Halaman 17.     

DEVISA PERIKANAN Rp 10 TRILIUN TERANCAM HILANG


DEVISA PERIKANAN Rp 10 TRILIUN TERANCAM HILANG

Potensi kehilangan devisa negara akibat praktik kapal ikan berbendera ganda yang mencuri ikan di perairan Indonesia ditaksir sedikitnya Rp 10 Triliun per tahun. Kapal berbendera ganda yang terindikasi menggunakan anak buah kapal dari warga negara asing harus dihentikan. Ketua Umum Gabungan Asosiasi Pengusaha Perikanan Indonesia Herwindo, di Jakarta, Senin (12/11), mengatakan, pengusaha kapal berbendera ganda kerap menggunakan jasa pengusaha untuk memperoleh izin. Pemilik kapal eks asing membayar jasa kepada pengusaha perikanan untuk memperoleh izin penangkapan ikan dengan kapal berbendera Indonesia. Kapal berbendera ganda menggunakan bendera Indonesia untuk menangkap ikan di perairan Indonesia, yang lalu dilarikan ke negara asal kapal. “Potensi kehilangan devisa negara sangat besar akibat praktik kapal berbendara ganda yang menguras perairan Indonesia,”ujarnya. Data yang didapat Kompas, tarif sewa pada pengusaha perantara bervariasi. Untuk penangkapan di Laut China Selatan, tarif sewa oleh kapal asing pada pengusaha perantara 5.000-10.000 dollar AS per kapal per bulan. Di Laut Arafura, 10.000-20.000 dollar AS per kapal. Biaya itu mencakup pengamanan kapal dari pemeriksaan aparat dan petugas patroli. Dengan tarif sewa itu, setiap kapal ikan asing berbendera Indonesia bisa mengeruk ikan sebanyak 150-800 ton per tahun. Saat ini, jumlah kapal eks asing sebanyak 1.274 unit dari total kapal ikan berbobot mati di atas 30 ton sebanyak 4.221 unit. Dengan asumsi harga ikan Rp 10.000 per kilogram, total potensi kehilangan devisa Negara mencapai Rp 10 triliun. Izin kapal berbendera Indonesia untuk menggunakan anak buah kapal warga negara asing tertuang dalam rancangan revisi Peraturan Menteri Kelautan  dan Perikanan No 14/2011 dan Permen-KP No 49/2011 tentang Usaha Penangkapan Ikan. Secara terpisah, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo menegaskan, pihaknya mengkaji dulu rancangan revisi peraturan menteri kelautan dan perikanan itu.

Analisis :
Dimana rasa nasionalisme oknum itu, hanya diberi sejumlah uang mereka langsung memberi izin begitu saja. 10 triliun jumlah yang sangat besar yang seharusnya menjadi milik Indonesia tetapi ini malah berbalik, negara asing tersebut akhirnya yang mendapatkannya. Bisa saja hasil tangkapan ikan itu dijual kembali ke Indonesia. Tidak sebanding apa yang mereka keluarkan hanya berapa persen dari total pendapatan mereka. Padahal hal ini seharusnya dilakukan oleh warga Indonesia dengan menjualnya kepada negara yang kurang akan kekayaan alam khususnya ikan.  

Sumber : Kompas, 13 November 2012. Halaman 18    

LUAS LAHAN MAKIN MENGKHAWATIRKAN


LUAS LAHAN MAKIN MENGKHAWATIRKAN

Luas lahan pertanian di sejumlah daerah mulai mengkhawatirkan. Sejumlah upaya dilakukan untuk mengurangi dampak alih fungsi lahan. Pemerintah Kabupaten Madiun, Jawa Timur, akan mencetak sawah baru seluas 500 hektar. Sawah ini ditargetkan mulai berproduksi tahun 2013. Harapannya akan menambah areal baku sawah yang sudah ada, mengatasi alih fungsi lahan, dan pada akhirnya meningkatkan produksi beras di darah lumbung pangan. Bupati Madiun Muhtarom mengatakan, sawah baru itu akan dicetak di Kecamatan Pilangkenceng yang berada di sebelah utara Kabupaten Madiun. Pembuatan sawah ini terwujud setelah Waduk Kedungbrubus, Kecamatan Pilangkenceng, dioperasikan. “Sawah baru ini sebelumnya merupakan ladang atau tegalan di tepian yang produktivitasnya mengandalakan musim hujan. Itu pun hanya bisa ditanami dengan tanaman palawija seperti ketela dan jagung,” ujarnya Jumat (9/11) di Madiun. Dengan beroperasinya Waduk Kedungbrubus, pemerintah daerah meminta petani mengubah ladang mereka menjadi sawah produktif. Sawah ini akan ditanami sebanyak tiga kali  selama setahun karena mendapatkan pasokan air yang cukup, bahkan berlimpah, dari waduk. Sementara itu luas areal tanam padi di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah , pada tahun ini diprediksi kurang dari target luasan yang direncanakan. Kondisi ini terjadi menyusul musim kemarau panjang yang membuat banyak petani menunda menanam atau menanami lahan dengan tanaman lain di luar padi, yang tidak membutuhkan banyak air. Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Temanggung Harnani Imtihandari mengatakan, saat ini total luas tanam padi sejak Januari hingga Oktober 2012 baru tercatat 17.006 hektar atau sekitar 54 ppersen dari target luasan tanam padi yang direncanakan mencapai 31.371 hektar. Menurut dia, petani baru beramai-ramai menanam padi pada November –Desember mendatang. Namun, total luasan tanam tetap tak mencapai target. Sementara itu di Jakarta, peneliti Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Andy Ahmad Zaelany, mengatakan, alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian harus dihentikan. Pencetakan sawah baru juga harus dilakukan. Selain membuka lebih banyak peluang kerja, pencetakan sawah baru juga dapat mengatasi ancaman krisis pangan akibat terus beralihnya lahan pertanian pangan.

Analisis :
Saat ini luas lahan pertanian di berbagai daerah semakin menyusut, banyak yang dialihfungsikan untuk perumahan dan lain sebagainya. Padahal jika terjadi krisis pangan lebih mengkhawatirkan lagi dan nantinya lahan untuk penyerapan air semakin berkurang. Pemikiran manusia di jaman ini mau yang serba instan tidak memikirkan bagaimana ke depannya nanti. Pemerintah Kabupaten Madiun akan mencetak sawah baru untuk mengatasi alih fungsi lahan lalu kapan daerah lain akan menyusul. Program ini sangat baik karena dapat memenuhi kebutuhan konsumsi pangan.

Sumber : Kompas, 10 November 2012. Halaman 18. 

ATURAN KONVERSI BBG PERLU DIREVISI


ATURAN KONVERSI BBG PERLU DIREVISI

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengusulkan revisi aturan mengenai program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas. Revisi itu diperlukan agar pemerintah bisa menjalankan skema tahun jamak untuk pengadaan perangkat konverter dan stasiun pengisian bahan bakar gas yang diperkirakan baru rampung tahun 2013. Menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita H Legowo seusai menghadiri forum dialog para pemangku kepentingan sektor migas, Senin (5/11), di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, untuk mencairkan dana program konversi bahan bakar gas, harus ada revisi aturan. Dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2012 tentang penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga bahan bakar gas untuk transportasi jalan disebutkan, untuk tahun 2012, pelaksanaan penyediaan dan pemasangan konverter dilaksanakan Menteri ESDM berkoordinasi dengan Menteri Perindustrian. “Dengan peraturan itu tugas Kementerian ESDM dalam pengadaan konverter hanya sampai tahun 2012,” ujarnya. Jika pengadaan 14.000 konverter tidak bisa dilaksanakan tahun ini, anggarannya akan hangus karena pada tahun depan pengadaan konverter tersebut menjadi tanggung jawab Kementerian Perindustrian bekerja sama dengan swasta. Meskipun demikian, pihaknya akan berupaya agar dana program konversi itu dimungkinkan menggunakan skema tahun jamak dengan perubahan peraturan presiden. Untuk itu, pihaknya akan berbicara lagi dengan Menteri Koordinator Perekonomian agar peraturan presiden itu bisa diubah sehingga waktu pengadaan konverter bisa diperpanjang. “Tanpa ada revisi peraturan presiden, maka sulit untuk menggunakan skema tahun jamak,” katanya. Sementara untuk pengadaan stasiun bahan bakar gas (SPBG), pihaknya optimistis hal itu bisa menggunakan skema tahun jamak. Akan tetapi, sampai saat ini Kementerian Keuangan masih keberatan atas pemakaian skema tahun jamak itu untuk program konversi, baik untuk pengadaan kit konverter maupun SPBG. “ Targetnya, ada 33 SPBG akan dibangun dan dananya masih dimungkinkan dialihkan ke tahun depan,” kata Evita.

Analisis :
Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas sangat baik, karena bisa menghemat bahan bakar minyak. Untuk masalah revisi peraturan dan skema tahun jamak itu adalah tanggung jawab pemerintah bagaimana caranya untuk merealisasikan tentunya dengan perhitungan yang tepat baik anggaran ataupun peraturan. Rakyat hanya menunggu yang terbaik untuk perubahan negeri ini.

Sumber : Kompas, 6 November 2012. Halaman 17              

Sabtu, 24 November 2012

UTANG LUAR NEGERI untuk BIROKRASI


UTANG LUAR NEGERI untuk BIROKRASI

Utang luar negeri oleh kementerian dan lembaga lebih banyak melayani kepentingan birokrasi. Alih-alih didasarkan atas urgensi kebutuhan rakyat, utang luar negeri sejatinya menjadi modus birokrasi menambah pendapatan mereka. “Makanya utang luar negeri kita tidak tertib. Kementerian dan lembaga sangat senang sekali kalau dapat utang luar negeri. Sering kali proyeknya itu proyek yang tidak efisien. Ini kultur lama di semua kementerian dan lembaga,” kata ekonom Sustainable Development Indonesia, Dradjad Hari Wibowo, di Jakarta, Minggu (4/11). Pada sidang kabinet paripurna beberapa waktu lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan perintah keras kepada kementerian dan lembaga karena gemar menaik utang luar negeri. Alasannya, utang yang ditarik selama ini sejatinya tidak diperlukan, pengelolaannya tidak benar, dan nihil manfaat. Sekretaris Kabinet  (Seskab) Dipo Alam, 1 November, menindaklanjutinya dengan menerbitkan Surat Edaran Seskab Nomor 592/Seskab/XI/2012. Menurut Dipo Alam, menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian diminta mengkaji ulang pengajuan pinjamannya. Dengan meningkatnya kemampuan pembiayaan dari dalam negeri dan badan usaha milik negara, program-program tersebut sebaiknya dibiayai dari dalam negeri. Menanggapi langkah presiden itu, Dradjad menyatakan akan lebih baik dan tegas jika presiden membuat peraturan presiden atau keputusan presiden yang isinya melarang proyek utang luar kecuali untuk infrastruktur strategis. “Atau kalau memang mendesak, bentuknya berupa peraturan pemerintah. Persetujuan infrastruktur strategis itu harus diputuskan dalam rapat kabinet,” kata Dradjad. Secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development Of Economics and Finance Ahmad Erani Yustika menyarankan, pemerintah tidak bisa sebatas melihat utang dari sisi rasio terhadap produk domestik bruto (PDB). Rasio utang terhadap PDB saat ini masih relatif rendah, yaitu 24 persen. Sisi lain yang harus dicermati adalah debt service ratio (DSR) yang angkanya membesar. DSR adalah jumlah pembayaran bunga dan cicilan pokok utang dibagi dengan jumlah penerimaan ekspor. Pada triwulan I-2012, DSR Indonesia sudah mencapai 31 persen. Ini terjadi akibat akumulasi utang bertambah sedang ekspor turun. Konsensus internasional menyebutkan, DSR melebihi 20 persen berarti lampu kuning. Berdasarkan Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, utang luar negeri tahun 2012 direncanakan sebesar Rp 53,73 triliun. Ini terdiri atas utang program Rp15,6 triliun dan utang proyek Rp 38,13 triliun. Realisasi masing-masing sampai Agustus adalah Rp 3,9 triliun dan Rp 7,6 triliun.

Analisis :
Birokrasi negeri ini sama sekali tidak mengabdi pada rakyat mulai dari tingkat rendah hingga atas sekalipun. Yang di benak para oknum hanya untuk kekayaan pribadi. Buat apa harus mengutang. Sedangkan negeri ini dilimpahi kekayaan alam yang sangat besar, jika dikelola dengan baik makan tidak ada kata utang. Utang semakin menumpuk tetapi tidak ada perubahan yang signifikan dari negeri ini.

Sumber : Kompas, 5 November 2012. Halaman 18.  

Jumat, 23 November 2012

SUNTIKAN MODAL NAIK, DIVIDEN MENYUSUT


SUNTIKAN MODAL NAIK, DIVIDEN MENYUSUT

Penyertaan modal negara ke badan usaha milik negara selama lima tahun terakhir  terus meningkat. Namun, dividen untuk pemerintah justru menyusut. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo dalam pidato acara Peningkatan Kualitas Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2011, di Jakarta, Jumat (2/11), menyatakan, penyertaan modal Negara selalu meningkat selama lima tahun terakhir. Artinya, setiap tahun pemerintah menyuntikkan sejumlah dana tertentu sebagai penyertaan modal ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pada tahun 2011, pemerintah menyuntikkan penyertaan modal Negara senilai Rp 736 triliun. Sementara tahun 2007 sebesar Rp 496 triliun. Dengan demikian, ada kenaikan senilai Rp 236 triliun. Namun, bagian keuntungan pemerintah atau dividen menyusut dibandingkan dengan nilai penyertaan modal Negara. Tahun 2011, dividen hanya Rp28 triliun atau 3,8 persen dari penyertaan modal Negara. Padahal, tahun 2007, dividennya Rp 23 triliun atau 4,68 persen dari penyertaan modal Negara. “Kondisi seperti ini bisa dilakukan analisis, dikaitkan dengan kebijakan dan kinerja pengelolaan BUMN secara nasional. Apakah benar pengelolaan BUMN tidak efisienApakah BUMN selayaknya dilepas karena terus merugi sementara bidang usaha BUMN tersebut tidak menguasai hajat hidup orang banyak dan lain sebagainya,” kata Hadi. Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo menyatakan, tujuan penyertaan modal Negara beragam. Ada yang bertujuan untuk menambah modal BUMN yang fungsinya dalam industri strategis untuk dipertahankan. Ada yang karena latar belakang restruktutrisasi. Fakta bahwa penyertaan modal tersebut naik sedangkan dividen turun, menurut Agus, tetap menjadi perhatian pemerintah. Ia pun setuju bahwa BUMN yang tak efisien tak perlu mendapatkan penyertaan modal Negara, bahkan perlu dievaluasi.

Analisis :
Selama 5 tahun terakhir penyertaan modal ke BUMN selalu meningkat sedangkan dividen bagi pemerintah menurun. Hal ini seharusnya menjadi bahan pemikiran bagi pemerintah bagaimana langkah selanjutnya agar bisa lebih baik. Jangka waktu 5 lima tahun sudah cukup untuk menilai suatu perkembangan. Pemerintah harus jeli dalam menyuntikkan dana, jangan asal tanpa dikaji terlebih dahulu. Sehingga untuk ke depannya lebih ketat lagi dalam menyuntikkan dana ke BUMN. Untuk bidang usaha BUMN menurut saya menyangkut hajat hidup orang banyak sehingga tidak perlu dilepas begitu saja.

Sumber : Kompas, 3 November 2012. Halaman 17 

INDONESIA BUTUH 2,5 JUTA AKUNTAN BERKUALITAS


INDONESIA BUTUH 2,5 JUTA AKUNTAN BERKUALITAS

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif tinggi membuat banyak investor dunia ingin masuk ke Indonesia. Namun, masih banyak investor ragu masuk ke Indonesia karena pelaporan keuangan. Jumlah akuntan berkualitas dinilai investor masih belum mencukupi kebutuhan pasar sehingga dikhawatirkan banyak pelaporan keuangan yang belum benar. “Seharusnya jumlah akuntan publik yang ideal itu 1 persen dari jumlah penduduk. Jadi, sebenarnya Indonesia membutuhkan 2,5 juta akuntan publik. Namun, yang ada sekarang 1.400 akuntan publik,” kata Marsudi Wahyu Kisworo, Rektor Sekolah Tinggi Ilmu Perbanas, seusai penandatanganan kerja sama dengan Certified Practicing Accountants (CPA) Australia di Jakarta, Rabu (31/10). Agus Suparto, Kepala Bidang Pembinaan Akuntan Pusat Pembinaan Akuntan Jasa dan Penilai Kementerian Keuangan, mengatakan, pertumbuhan akuntan publik di Indonesia memang sangat lambat. Setiap tahun hanya 4 persen. Adapun akuntan beregister saat ini jumlahnya mencapai 51.800 akuntan dengan pertambahan 1.500 orang per tahun. “Jumlah ini masih jauh dari cukup. Selain itu, secara kualitas, akuntan juga perlu meningkatkan kapasitas,” ujar Agus. Peningkatan kapasitas ini sangat diperlukan karena pada tahun 2015 akan dimulai Masyarakat Ekonomi ASEAN. “Jika akuntan Indonesia tidak siap, kita dibanjiri oleh akuntan negara tetangga,” ujar Agus. Upaya peningkatan kapasitas itu, CPA Australia bekerja sama dengan Ikatan Akuntan Indonesia, Institut Akuntan Manajemen Indonesia, Universitas Indonesia, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Universitas Bina Nusantara, dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas. “Di pasar modal, pelaporan keuangan sangat dibutuhkan. Untuk itu, kami ingin membantu meningkatkan kualitas akuntan di Indonesia,” kata Rob Thomason, Executive General Manager Business Development CPA Australia.
Analisis :
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki daya tarik tinggi untuk investasi. Tetapi kendalanya terletak pada jumlah akuntan berkualitas yang minim. Mungkin akuntan sendiri jumlahnya lebih dari ideal tetapi yang berkualitas masih kurang.
Padahal lulusan dari jurusan akuntansi sangat banyak tetapi kenapa jumlah akuntan masih belum mencukupi kebutuhan pasar. Apa yang sebenarnya terjadi? Jangan sampai kesempatan untuk menjadi akuntan diisi oleh negara tetangga.

Sumber : Kompas, 1 November 2012. Halaman 20

PENUNGGAK PAJAK DIKEJAR


PENUNGGAK PAJAK DIKEJAR
Menteri Keuangan Ajak Kerja Sama KPK

“Saya masih tagih 3.200 rekening gendut di PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) karena saya sebagai bendahara umum negara punya hak untuk lihat siapa yang punya rekening gendut, apakah sudah bayar pajak atau belum,” kata Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo dalam pidato rangkaian acara Hari Oeang Ke-66, di Jakarta, Rabu (31/10). Agus memahami soal fungsi intelijen yang harus dijalankan PPATK. Namun, lembaga itu berkewajiban memberikan informasi yang dimaksud ketika Direktorat Jenderal Pajak memintanya guna menelusuri para pengemplang pajak negara untuk kemudian meminta pertanggungjawaban mereka. “Kalau ternyata ada masalah pajak, tentu akan kita tindak. Saya sambut baik Komisi Pemberantasan Korupsi yang tidak saja menuntut korupsi, tetapi juga transaksi pencucian uang agar betul-betul bisa dihukum pelakunya,” kata Agus.
Upaya mempercepat proses penegakan hukum atas para pengemplang pajak, ujar Agus, dilakukan pula dengan bekerja sama dengan KPK. Teknisnya, dua petugas KPK, masing-masing ditempatkan sebagai direktur intelijen dan penyelidikan di Direktorat Jenderal Pajak serta sebagai direktur penindakan dan penyelidikan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. “Kalau di Pajak dan Bea Cukai sudah punya pejabat-pejabat yang memang punya rekam jejak baik di KPK dan koordinasi diantara institusi semakin baik, insya Allah, kita akan melakukan pemberantasan korupsi ke depan,” kata Agus. Upaya mengejar pengemplang pajak kelas kakap tersebut disadari Agus akan mendapatkan perlawanan dari beberapa oknum di sejumlah lembaga, di antaranya oknum di aparat penegak hukum dan legislatif. Potensi penerimaan negara melalui pajak dan bukan pajak, menurut Agus, masih besar. Namun, selama ini masih banyak yang belum terjaring. Jumlah wajib pajak (WP) tahun ini mencapai 25 juta WP, yakni 20 juta WP perorangan dan 5 juta WP badan usaha. Namun, baru 10-14 persen yang bayar pajak.   
Analisis :    
Pajak, menurut UU No. 28 Tahun 2007 adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang besifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari definisi di atas, betapa pentingnya pajak untuk kemajuan pembangunan negara ini sehingga apabila ada yang menunggak pajak harus segera ditangani agar tidak terhambat proses pembangunan tersebut. Jika ada perlawanan dari beberapa oknum di sejumlah lembaga semestinya bukan suatu masalah besar, tetapi menjadi proses yang harus dihadapi bagi Kementerian Keuangan. Semoga dalam kasus ini bukan hanya isapan jempol belaka. Saling bekerja sama baik antara Kementerian Keuangan maupun KPK dan pembuktian adalah hal yang sangat dibutuhkan dalam kasus ini.  


Sumber : Kompas, 1 November 2012. Halaman 17