DEVISA PERIKANAN Rp 10 TRILIUN TERANCAM
HILANG
Potensi kehilangan devisa negara akibat praktik kapal ikan berbendera
ganda yang mencuri ikan di perairan Indonesia ditaksir sedikitnya Rp 10 Triliun
per tahun. Kapal berbendera ganda yang terindikasi menggunakan anak buah kapal
dari warga negara asing harus dihentikan. Ketua Umum Gabungan Asosiasi
Pengusaha Perikanan Indonesia Herwindo, di Jakarta, Senin (12/11), mengatakan, pengusaha kapal berbendera ganda
kerap menggunakan jasa pengusaha untuk memperoleh izin. Pemilik kapal eks asing
membayar jasa kepada pengusaha perikanan untuk memperoleh izin penangkapan ikan
dengan kapal berbendera Indonesia. Kapal berbendera ganda menggunakan bendera
Indonesia untuk menangkap ikan di perairan Indonesia, yang lalu dilarikan ke negara
asal kapal. “Potensi kehilangan devisa negara sangat besar akibat praktik kapal
berbendara ganda yang menguras perairan Indonesia,”ujarnya. Data yang didapat
Kompas, tarif sewa pada pengusaha perantara bervariasi. Untuk penangkapan di Laut
China Selatan, tarif sewa oleh kapal asing pada pengusaha perantara
5.000-10.000 dollar AS per kapal per bulan. Di Laut Arafura, 10.000-20.000
dollar AS per kapal. Biaya itu mencakup pengamanan kapal dari pemeriksaan
aparat dan petugas patroli. Dengan tarif sewa itu, setiap kapal ikan asing
berbendera Indonesia bisa mengeruk ikan sebanyak 150-800 ton per tahun. Saat
ini, jumlah kapal eks asing sebanyak 1.274 unit dari total kapal ikan berbobot
mati di atas 30 ton sebanyak 4.221 unit. Dengan asumsi harga ikan Rp 10.000 per
kilogram, total potensi kehilangan devisa Negara mencapai Rp 10 triliun. Izin
kapal berbendera Indonesia untuk menggunakan anak buah kapal warga negara asing
tertuang dalam rancangan revisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 14/2011 dan Permen-KP No 49/2011 tentang Usaha Penangkapan Ikan. Secara terpisah,
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo menegaskan, pihaknya
mengkaji dulu rancangan revisi peraturan menteri kelautan dan perikanan itu.
Analisis
:
Dimana rasa nasionalisme oknum
itu, hanya diberi sejumlah uang mereka langsung memberi izin begitu saja. 10 triliun
jumlah yang sangat besar yang seharusnya menjadi milik Indonesia tetapi ini
malah berbalik, negara asing tersebut akhirnya yang mendapatkannya. Bisa saja
hasil tangkapan ikan itu dijual kembali ke Indonesia. Tidak sebanding apa yang
mereka keluarkan hanya berapa persen dari total pendapatan mereka. Padahal hal
ini seharusnya dilakukan oleh warga Indonesia dengan menjualnya kepada negara
yang kurang akan kekayaan alam khususnya ikan.
Sumber : Kompas, 13 November 2012. Halaman
18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar