Minggu, 25 November 2012

DEVISA PERIKANAN Rp 10 TRILIUN TERANCAM HILANG


DEVISA PERIKANAN Rp 10 TRILIUN TERANCAM HILANG

Potensi kehilangan devisa negara akibat praktik kapal ikan berbendera ganda yang mencuri ikan di perairan Indonesia ditaksir sedikitnya Rp 10 Triliun per tahun. Kapal berbendera ganda yang terindikasi menggunakan anak buah kapal dari warga negara asing harus dihentikan. Ketua Umum Gabungan Asosiasi Pengusaha Perikanan Indonesia Herwindo, di Jakarta, Senin (12/11), mengatakan, pengusaha kapal berbendera ganda kerap menggunakan jasa pengusaha untuk memperoleh izin. Pemilik kapal eks asing membayar jasa kepada pengusaha perikanan untuk memperoleh izin penangkapan ikan dengan kapal berbendera Indonesia. Kapal berbendera ganda menggunakan bendera Indonesia untuk menangkap ikan di perairan Indonesia, yang lalu dilarikan ke negara asal kapal. “Potensi kehilangan devisa negara sangat besar akibat praktik kapal berbendara ganda yang menguras perairan Indonesia,”ujarnya. Data yang didapat Kompas, tarif sewa pada pengusaha perantara bervariasi. Untuk penangkapan di Laut China Selatan, tarif sewa oleh kapal asing pada pengusaha perantara 5.000-10.000 dollar AS per kapal per bulan. Di Laut Arafura, 10.000-20.000 dollar AS per kapal. Biaya itu mencakup pengamanan kapal dari pemeriksaan aparat dan petugas patroli. Dengan tarif sewa itu, setiap kapal ikan asing berbendera Indonesia bisa mengeruk ikan sebanyak 150-800 ton per tahun. Saat ini, jumlah kapal eks asing sebanyak 1.274 unit dari total kapal ikan berbobot mati di atas 30 ton sebanyak 4.221 unit. Dengan asumsi harga ikan Rp 10.000 per kilogram, total potensi kehilangan devisa Negara mencapai Rp 10 triliun. Izin kapal berbendera Indonesia untuk menggunakan anak buah kapal warga negara asing tertuang dalam rancangan revisi Peraturan Menteri Kelautan  dan Perikanan No 14/2011 dan Permen-KP No 49/2011 tentang Usaha Penangkapan Ikan. Secara terpisah, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo menegaskan, pihaknya mengkaji dulu rancangan revisi peraturan menteri kelautan dan perikanan itu.

Analisis :
Dimana rasa nasionalisme oknum itu, hanya diberi sejumlah uang mereka langsung memberi izin begitu saja. 10 triliun jumlah yang sangat besar yang seharusnya menjadi milik Indonesia tetapi ini malah berbalik, negara asing tersebut akhirnya yang mendapatkannya. Bisa saja hasil tangkapan ikan itu dijual kembali ke Indonesia. Tidak sebanding apa yang mereka keluarkan hanya berapa persen dari total pendapatan mereka. Padahal hal ini seharusnya dilakukan oleh warga Indonesia dengan menjualnya kepada negara yang kurang akan kekayaan alam khususnya ikan.  

Sumber : Kompas, 13 November 2012. Halaman 18    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar