KEWAJIBAN MENGELOLA SAMPAH MEMBERATKAN
Kewajiban produsen untuk
menarik kembali sampah produknya dari rumah tangga dinilai memberatkan. Produsen
meminta pemerintah mengkaji ulang ketentuan tersebut. Beraneka kendala membuat
produsen kesulitan memenuhi ketentuan tersebut. Sekretaris Jenderal Gabungan
Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Frangky Sibarani, di Jakarta, Jumat (9/11),
mengatakan, ada tiga faktor yang membuat produsen merasa keberatan dengan
ketentuan tersebut. Pertama, kendala geografis negara kepulauan dengan dukungan
infrastruktur logistik yang tidak memadai membuat proses penarikan sampah
kemasan tidak mudah. “Bayangkan, sampah itu tersebar di ribuan pulau, yang
beberapa diantaranya masih sulit dijangkau,” katanya. Kedua, kendala peralatan
dan teknologi seperti tempat sampah serta tempat pembuangan akhir sampah yang
memadai. “Ini perlu dukungan pemerintah. Pengusaha tidak bisa jalan sendirian. Jadi,
jangan semuanya dibebankan ke kami,” ujarnya. Kendala ketiga, Frangky
melanjutkan, faktor budaya masyarakat yang belum siap. Masyarakat belum
memiliki kesadaran untuk membuang sampah di tempatnya. “Ini enggak mudah, lho,
menggugah kesadaran mereka. Percuma saja kita sediakan tempat sampah kalau
budaya itu belum melekat,” paparnya. Peraturan telah menerbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah. Berdasarkan ketentuan tersebut, produsen penghasil
produk berkemasan diwajibkan menarik lagi kemasan bekas dari konsumen. Produsen
tak hanya mengumpulkan, tetapi juga mendaur ulang semua kemasan bekas. Menurut
Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya, jika perusahaan enggan menarik
kemasan bekas, pilihannya adalah mengganti kemasan dengan bahan mudah terurai. Faktanya,
kemasan bahan mudah terurai belum jadi pilihan produsen makanan dan minuman
karena tak tahan lama. Untuk mempermudah produsen, pemerintah telah
mengembangkan bank sampah. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup,
jumlah bank ini terus naik. Jika awalnya dikembangkan di 22 kabupaten, kini
menjadi 41 kabupaten.
Analisis
:
Produsen dan pemerintah harus
saling kerja sama jangan ada yang merasa diberatkan. Untuk produsen apa
salahnya membuat kemasan bahan yang mudah terurai jika tak mau mengumpulkan
kemasan lalu didaur ulang. Untuk pemerintah berlakukan peraturan dengan tegas. Kultur
untuk membuang sampah pada tempatnya harus segera diterapkan demi kebaikan
bersama. Dengan lingkungan yang semakin bersih dapat menambah pendapatan negara
karena dikunjungi wisatawan.
Sumber : Kompas, 10 November 2012. Halaman
19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar