MENJAGA SURPLUS
B
|
adan Pusat Statistik mencatat kinerja ekspor Indonesia pada
Agustus 2012 menurun menjadi 14,12 miliar dollar AS dibandingkan dengan posisi
Juli 2012 yang sebesar 16,15 miliar dollar AS. Nilai ekspor ini adalah yang
terendah sejak hamper dua tahun lalu (Oktober 2010 hingga kini). Menurunnya
kinerja ekspor ditengarai tidak lepas dari masih buruknya ekonomi Eropa yang
menyebabkan permintaan barang dari negara-negara Eropa rendah. Jika dilihat
dari nilainya, ekspor ke Eropa pada Agustus memang menurun, yakni sebesar 14
persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Namun, penurunan terbesar justru
terjadi pada pasar ekspor ke Negara-negara Asia, seperti Korea Selatan (50,4
persen), Jepang (50,3 persen), Malaysia (49,6 persen), Singapura (46 persen),
dan China (19,4 persen).
Meski
demikian, karena impor juga jauh menurun, neraca perdagangan Agusutus 2012 jadi
surplus. Neraca perdagangan kembali surplus setelah selama empat bulan
berturut-turut mengalami defisit. Impor kita secara gradual menurun sejak Mei
2012. Jiak neraca perdagangan mengalami defisit terus yang akan tergerus
adalah cadangan devisa. Saat ini posisi cadangan devisa kita sebesar 110,17
juta dollar AS, menurun cukup banyak dibandingkan dengan posisi Agustus 2011
yang sebesar 124,63 juta dollar AS. Saat itu kurs rupiah masih dibawah Rp 9.000
per dollar AS. Pada Jumat (12/10), kurs rupiah Rp 9.605 per dollar
AS.
Peningkatan nilai ekspor selama ini
lebih disebabkan kenaikan harga komoditas dunia ketimbang tambahan volume
ekspor. Menurut data BPS, volume ekspor cenderung konstan tanpa fluktuasi yang
berarti. Belum ada kebijakan kuat dari pemerintah yang berujung pada
peningkatan volume ekspor. Jatuhnya harga komoditas di pasar internasional,
terutama pada komoditas andalan seperti batubara, minyak sawit, dan karet,
otomatis membuat nilai ekspor menurun. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS juga bisa berpengaruh pada neraca perdagangan. Jika rupiah tetap
melemah beberapa bulan ke depan, ada harapan neraca perdagangan tetap surplus. Namun, menjaga kurs tetap kuat juga diperlukan untuk
menjaga inflasi. Jika kurs kuat, inflasi akanterjaga. Menjaga ini lebih penting
karena dampak inflasi langsung dirasakan masyarakat. Dampak defisit perdagangan
butuh waktu jangka panjang untuk dirasakan masyarakat.
Pemerintah dan Bank
Indonesia harus menjaga nilai tukar rupiah pada tingkat yang efektif untuk
mendorong ekspor dan menekan impor. Harus ada terobosan agar Negara non-Eropa
tidak semakin menurun karena, jika hal ini terjadi, neraca perdagangan
akankembali defisit. Laju impor harus diredam, terutama impor minyak dan gas
bumi cenderung naik karena domestik tidak mampu mengurangi konsumsi bahan bakar
minyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar