Sabtu, 27 Oktober 2012

BIROKRASI DISUBSIDI


BIROKRASI DISUBSIDI
Anggaran daerah yang mengendap di bank menjadi alat subsidi bagi birokrasi dan mengebiri hak rakyat. Awalnya anggaran ditujukan untuk belanja modal, tetapi karena tak terserap, anggaran tersebut kemudian diendapkan. Penyebabnya, sebagaimana disebutkan Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yuna Farhan, adalah karena rendahnya kapasitas birokrasi ataupun karena unsur kesengajaan. Unsur kesengajaan yang dimaksud adalah mencadangkan anggaran untuk tahun berikutnya ataupun untuk kepentingan kepala daerah beserta para pembantunya untuk dapat komisi dari pihak bank.
Ekonom Sustainable Development Indonesia, Dradjad Hari Wibowo, menyatakan, dana transfer pada akhirnya hanya menjadi alat subsidi bagi birokrasi daerah. Hal ini terkonfirmasi dari besarnya anggaran pembangunan yang mengendap di bank karena tak terserap pada tahun berjalan. Pada tahun anggaran berikutnya, Dradjad melanjutkan, anggaran tersebut lebih banyak digunakan untuk kepentingan birokrasi. Artinya, hak rakyat menikmati pelayanan publik yang lebih baik menjadi tertunda atau bahkan menjadi tidak jelas lagi.
Menurut Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng, mayoritas anggaran daerah yang tak terserap dan akhirnya mengendap di bank adalah belanja modal. Setelah menjadi sisa lebih penggunaan anggaran (SILPA), anggaran itu masuk ke dalam struktur pembiayaan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun berikutnya. Persoalannya, anggaran itu umumnya digunakan untuk belanja operasional birokrasi. Artinya, terjadi pengalihan peruntukan dari yang awalnya untuk belanja modal menjadi belanja pegawai.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Salsiah Alisjahbana menyatakan, besarnya anggarana pemerintah daerah yang mengendap di bank adalah persoalan daya serap pemerintah daerah. Dengan demikian, solusinya adalah mendorong pemda menyelenggarakan sistem pengadaan barang dan jasa elektronik yang lebih transparan dan cepat.

Lagi lagi rakyat tidak menikmati pelayanan publik. Kenapa hal ini masih saja terjadi, sebenarnya untuk apa ada pemerintahan tetapi tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Anggaran yang disediakan digunakan untuk pelayanan publik beralih menjadi pelayanan pribadi. Anggaran itu seharusnya dihitung dengan cermat dan tepat sehingga tidak ada kata anggaran tak terserap. Belanja pegawai, apakah gaji beserta tunjangan-tunjangan yang lain masih kurang, utamakan belanja modal yang memang bertujuan untuk pembangunan negeri ini.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar