KETIDAKADILAN
PANGAN
Nasib petani dan nelayan
yang berperan sebagai penghasil pangan utama di negeri ini semakin terdesak
oleh masuknya impor produk pangan. Kedaulatan pangan nasional masih jauh
harapan. Koordinator Program KIARA Abdul Halim mengemukakan, kedaulatan pangan
nasional hingga kini belum terwujud. Pemerintah masih mengandalkan produk impor
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Produk impor merasuk hampir ke semua sektor,
seperti kedelai, jagung, beras, buah, ikan dan garam. “Kedaulatan pangan tidak
terjadi. Petani dan nelayan memasok pangan, tetapi tergusur produk impor,”
ujarnya. Kedaulatan pangan butuh kemauan politik pemerintah untuk memfasilitasi
permodalan, asuransi, pengolahan, dan akses pemasaran guna memperkuat pasokan
pangan nasional.
Sementara itu, nelayan
kecil di Kampung Marunda Kepu, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, mengeluhkan
ruang penghidupan mereka semakin terimpit akibat pencemaran limbah dan
reklamasi pantai utara Jakarta yang menutup ruang gerak nelayan. “Dulu laut
bebas, tidak ada sekat. Sekarang nelayan tertutup ruang gerak karena pantai
sudah ditembok oleh perusahaan, pabrik, dan perumahan. Hampir tidak ada
perlindungan pemerintah,” ujar Nur Hasanah, warga Kampung Marunda Kepu.
Sementara itu, Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Terasa Narang di Palangkaraya
mengaku kecewa karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden
Boediono tidak datang pada puncak peringatan Hari Pangan Sedunia secara
nasional di Palangkaraya. “Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah menganggarkan
Rp 11 miliar. Pemerintah Pusat menyediakan Rp 1,5 miliar. Lebih baik dana ini
untuk membantu nelayan, mengadakan program pertanian, atau membangun jalan,”
ujarnya.
Kenapa
harus selalu impor?
Apa yang kurang dari negeri ini?
Indonesia adalah negara agraris dengan tanah yang subur dan kaya sumber daya
alam. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati. Di sini ada beragam flora dan
fauna yang seharusnya menjadi potensi bangsa ini untuk menyediakan pangan bagi
rakyat. Semua masalah yang terjadi di negeri ini menjadi tanggung jawab semua
kalangan tanpa terkecuali. Pemerintah sebagai fasilitator lebih memperhatikan
rakyatnya agar semua masalah dapat teratasi. Mungkin bisa menerapkan teknologi
hayati terhadap tanaman pertanian. Dengan rekayasa genetika, kita dapat
menghasilkan varietas tanaman yang memiliki ketahanan terhadap perubahan
lingkungan yang ekstrem, seperti kekeringan, banjir, dan hama. Selain itu,
pengurangan penggunaan pestisida dan emisi gas rumah kaca pun menjadi
keuntungan dari penggunaan teknologi hayati. Untuk lahan yang semakin terbatas,
pemerintah jangan dengan mudahnya memberikan izin kepada para pengusaha.
Walaupun lahan di negeri ini sangat luas tetapi ke depannya harus benar-benar
dipikirkan karena penduduk Indonesia selalu bertambah sehingga maksimalkan
lahan yang ada. Jangan sampai terjadi krisis pangan sehingga impor dipilih
sebagai jalan instan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar